Home

INDONESIA berduka kembali. Pesawat MD-82 milik maskapai penerbangan Lion Air terjerembab di Bandar Udara Adisumarmo, Solo, Jawa Tengah. Puluhan penumpangnya tewas dan luka-luka.

Sejauh yang kita tahu, salah satu penyebab utama kecelakaan Lion Air adalah cuaca buruk. Namun, tentu saja kita tak bisa semata-mata menyalahkan faktor alam sebagai kambing hitam kecelakaan.

Penyelidikan yang mendalam perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti apa penyebab kecelakaan itu. Siapa tahu ada faktor lain, misalnya kesalahan pilot (human error) atau kerusakan alat (instrument error).

Karena itulah kita dukung upaya pemerintah yang menurunkan tim dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi untuk memastikan penyebab kecelakaan. Begitu juga kepada DPR yang memutuskan membentuk tim investigasi untuk kasus yang sama.

Kita berharap agar tim-tim itu bekerja dengan baik, mendapatkan kesimpulan penyebab kecelakaan, dan segera mengumumkan hasilnya ke publik.

Penyelidikan yang mendalam perlu dilakukan karena ada indikasi bahwa pilot mengambil tindakan yang tak lazim dengan mendaratkan pesawat di tengah dan bukan dari awal landasan. Seandainya ini benar terjadi, ada beberapa kemungkinan. Pilot mungkin tak melihat landasan karena cuaca buruk, bisa jadi salah perhitungan, atau instrumen pemandu pendaratan (ILS) tak bekerja dengan benar. Dugaan ini bisa saja salah, tapi ada baiknya ditelusuri.

Seandainya nanti terbukti bahwa ada yang tak beres dengan kedua hal itu, manusia dan peralatan, kita patut bertanya kepada manajemen Lion Air. Jangan-jangan mereka mempekerjakan para pilotnya di luar batas. Jangan-jangan mereka mengabaikan perawatan pesawat secara rutin dan memberi toleransi besar pada kerusakan.

Pertanyaan seperti itu perlu dikedepankan mengingat ada banyak keluhan tentang buruknya layanan maskapai penerbangan dalam negeri, yang belakangan ini semakin banyak. Orang curiga, ketatnya bisnis penerbangan telah membuat perusahaan-perusahaan penerbangan mengabaikan aspek keselamatan penumpang demi mengejar keuntungan semata.

Apalagi selama ini penumpang tak pernah tahu apakah pesawat yang akan ditumpanginya benar-benar laik terbang. Sebab, berbeda dengan produk makanan yang punya label “halal”, pesawat tak punya label “laik terbang” yang terlihat oleh penumpang. Kelayakan terbang hanya diketahui oleh maskapai (teknisi, pilot) dan otoritas penerbangan. Konsumen tidak.

Ketidakjelasan itu rawan penyimpangan. Siapa yang bisa menjamin bahwa petugas inspeksi tak mempan disogok sehingga tak memberi laporan yang semestinya? Siapa yang mampu memberi garansi bahwa pejabat yang memberi surat kelaikan terbang tak berkolusi dengan perusahaan penerbangan dan main teken saja?

Kita berharap pemerintah, dalam hal ini Dinas Sertifikasi Kelaikan Udara di Departemen Perhubungan, meningkatkan pengawasan penerapan standar keselamatan penerbangan. Kita tentu tak ingin insiden Lion Air terulang lagi.

Kepada orang ramai, kita juga perlu mengingatkan bahwa alam sedang tak bersahabat. Ada kemungkinan terjadi musibah susulan di masa datang karena faktor alam. Tak ada salahnya sedia payung sebelum hujan. ***

Dimuat di Koran Tempo, 2 Desember 2004

Leave a comment